Jumat, 22 Agustus 2008

nostalgia masa kecil

Pagi-pagi abis nyuapin jeremy iseng buka internet, seperti biasa prioritas utama baca milis sehat & afb. Ada salah satu postingan SP yang menarik, soal permainan luar ruang yang semakin kehilangan pamornya buat anak-anak masa kini. Ehmmm menarik untuk dibaca sambil nostalgia mengingat masa kecil saya dulu.

Kalo menurut saya nih, permainan luar ruang kaya gobag sodor, petak umpet, layang-layang bukan kehilangan pamor bagi anak. Saya yakin 1000% mereka bakal lebih tertarik dengan permainan ini dibandingkan mantengin video games, robot-robotan atau komik sehari-hari. Tapi apa daya, itu yang tersedia sekarang. Orang tua maunya instant, ga ada waktu menemani mereka dibelilah mainan pengganti. Mirisnya, area bermain untuk anak yang aman sudah semakin hilang. Sosialisasi dengan teman-teman seumuran juga terbatas.

Waktu kecil saya hanya mempunyai sedikit sekali mainan pabrik, tapi masa-masa itu sangat menyenangkan. Saya hampir ingat detil apa saja kegiatan masa kecil di solo padahal sudah lewat dari 20 tahun silam.

Sebagai anak bontot dari 10 bersaudara ya jelas banyak yang menemani saya main. Belum lagi tetangga saya yang seabreg banyaknya. Kami biasa bermain di halaman tetangga yang luas. Bermain apa saja yang menyenangkan, bahkan kadang sampai larut malam.

Pernah saya pulang kena marah bapak gara-gara mendengar suara tawa saya yang terbahak-bahak padahal lokasi bermain cukup jauh dari rumah. “bocah wedok kok ngguyu cekakakan.” (artikan sendiri ya hehehe) Gara-garanya, waktu bermain petak umpet saya berusaha keras bersembunyi sampai akhirnya tercebur di pembuangan sampah besar yang digali tetangga. Maklum sudah larut malam, sangat gelap. Galiannya cukup dalam sampai saya yang memang berukuran mini ini agak kesulitan keluar. Teman-teman tertawa, saya juga ikutan tertawa.

Kejadian lucu lainnya: lari pagi janjian sama tetangga. Saya dan kakak bertugas membangunkan tetangga yang jempolnya diikat benang dan dijulurkan di luar jendela. Kami bergerak berdasarkan insting, tanpa jam weker. Merasa sudah mendekati subuh kami bangunkan tetangga dan siap berolah raga, biasanya rutenya sampai ke lapangan Manahan (yang sekarang sudah berubah total dari masa kecil saya dulu). Ternyata oh ternyata, jam baru menunjukkan pukul 3 dini hari. Alhasil kami disuruh pulang oleh petugas ronda huahahaha…

Banyak lagi permainan yang lain: main pandai (aduh apa ya namanya) sampai kepala saya luka terkena lemparan batu. Permainan favorit saya: masak-memasak. Dulu saya dibelikan alat masak-memasak lengkap dari grabah dari sekaten dan tidak tanggung-tanggung, saya masak beneran dengan alat itu. Setelah itu kami makan bersama.

Saya dan kakak-kakak pernah mendirikan kelompok perampok, namanya hwacincho (wah ga tau spelling benernya kaya apa, apalagi artinya). Menggunakan kostum ninja dari sarung kami maling jambu di kebon tetangga yang memang pelit luar biasa. Jambu terkumpul banyak di sarung tapi terinjak oleh salah satu anggota kelompok, jatuhlah jambu-jambu itu dengan suara gaduh.

Atau membuat padepokan ala brama kumbara dengan guru pendekar igun (kakak saya nomor 8) yang mempunyai pusaka sebuah keris kecil bernama kyai seblak mingkem. Weleh saya merasa bener-bener sakti kaya mantili. Berlari di tembok yang kecil, naik dan turun dari tembok yang cukup tinggi itu dengan bambu. Saya heran dimana orang tua saya waktu itu, coba Jeremy yang melakukan itu saya akan ngeri luar biasa hahahaha

Kami punya rumah pohon, dibuat dari sebilah papan di pohon jambu air kami yang besar. Kakak saya menaruh lemari kanggurunya di rumah pohon kami untuk bekal makanan. (kayanya ini karena kami kebanyakan baca lima sekawan). Tak jarang kami tidur siang di pohon jambu yang terayun-ayun oleh angin.

Saya pernah merasakan asiknya mempunyai hewan piaraan. Saya belajar banyak untuk bertanggung jawab memelihara burung jalak bernama leo. Burung yang dibeli sangat murah di pasar burung itu dipelihara sejak sangat kecil. Setiap sebelum berangkat sekolah, igun menyuapinya dengan katul yang diencerkan dengan air. Bergantian kami mengganti minumnya dan membersihkan kandang. Kalo siang karena saya pulang paling cepat saya yang bertugas membelikan sepotong papaya di tetangga untuk leo. Kalo sore saya bermain, leo selalu ikut. Bangga sekali rasanya jalan dengan leo bertengger di pundak saya. Suatu sore ketika hampir sebagian besar anggota keluarga kami menghabiskan waktu ngobrol di teras sambil menunggu leo pulang, yang waktu itu masih bertengger di pohon mangga dekat rumah, dia ditembak oleh tetangga saya. Burung kecil itu terkapar mati, kami menangis. Tetangga saya meminta maaf bahkan akan mengganti dengan burung lain, tapi kami hanya ingin leo. Beberapa hari kemudian bapak menggantinya dengan tiga burung jalak yang kami namakan lea, lei dan lia (ini nama ponakan kami yang baru lahir waktu itu), tapi tidak lama kemudian mati satu per satu.

Sudah ah nostalgianya, mata saya sudah berkaca-kaca, dan lagi kalo diceritakan tidak akan ada habisnya.

Untuk Jeremy sayang, maaf kalau kamu mungkin tidak mengalami masa kecil seindah yang dialami mama dulu. Ga takut kotor, ga takut celaka, kreatif menciptakan mainan sendiri. Ruang gerakmu di kota besar ini sangat terbatas. Semua kok rasanya serba bahaya. Mama menulis ini semua supaya ingat kamu mempunyai hak bermain dan tumbuh kembang secara maksimal, dan itu tidak akan berhasil dengan segala sesuatu yang instant.




Tidak ada komentar:

 
Designed by Lena